Boxing Day selalu menjadi sesuatu pembicaraan menjelang akhir Desember.Laga setelah perayaan Natal ini selalu mencuri perhatian. Lalu dari mana sebenarnya Boxing Day ini bermula?
Boxing Day pada arti kata sebenarnya adalah semacam kotak hadiah kejutan setelah perayaan Natal. Sebuah bingkisan yang diberikan para bangsawan untuk rakyat yang kurang mampu.
Dan kaitannya dengan sepakbola adalah, karena Boxing Day jatuh sehari setelah hari Natal, atau tanggal 26. Yang pada hari tersebut diliburkan untuk daratan Inggris Raya. Maka pertandingan-pertandingan di arena olahraga, khususny sepakbola menjadi salah satu hiburan untuk mengisi liburan.
Dan karena itu jugalah dalam laga Boxing Day, pertandingan digelar antara tim satu kota atau tim yang tidak berjauhan jaraknya. Ini untuk memudahkan para penggemar klub mendatangi stadion menyaksikan tim kesayangannya bertanding.
Sangat memanjakan penggemar sepakbola, itulah alasan Boxing Day digelar antara klub yang tidak berjauhan. Kecapekan seteleha mengunjungi keluarga tanggal 25 Desember. Tanggal 26 nya, para penggemar tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk mendukung tim atau pemain idolanya.
Istilah Boxing Day untuk sepakbola, khususnya Liga Inggris, semakin terkenal dengan partai-partai derby dan juga tersiar melalui media-media jejaring sosial dan pemberitaan.
Meski demikian, Boxing Day juga mendapat banyak kritikan, karena menggelar pertandingan disaat hari libur besar. Hampir setiap tahun, Departemen Tenaga Kerja di Inggris selalu mengkritk adanya pertandingan dihari libur besar ini.
Namun Boxing Day sepertinya akan terus ada, dengan alasan masyarakat juga perlu hiburan di hari liburnya. Dan sepakbola adalah salah satu hiburan favorit untuk Negara yang penuh tim besar layaknya di Inggris.
Awal November 2012,
bukan hanya menjadi waktu perayaan 20 tahun eksistensi blink-182 di
belantika musik dunia. Lebih dari itu mereka memutuskan untuk kembali
menjadi band indie, dengan melepaskan diri dari embel-embel Interscope
Records yang sejak album Dude Ranch mengawal lagu-lagu yang diciptakan
oleh trio Mark, Tom, dan Travis. Untuk menandai kembalinya mereka ke
ranah musik independent, lahirlah sebuah EP (Extended Project) bertajuk
Dogs Eating Dogs. EP yang berisi lima lagu ini dikerjakan hanya dalam
waktu satu bulan, dimulai awal November 2012 dan dirilis 18 Desember
2012. Sebuah tanda terlahirnya kembali blink-182.
Dogs Eating Dogs bukan sekedar proyek asal-asalan Tom, Mark, dan Travis
yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan komersial, pasca anjloknya
respon pasar pada album Neighbrhoods. Album EP ini merupakan reinkarnasi
blink-182. Di album Neighborhoods, yang menjadi album perdana mereka
setelah memutuskan reuni pada 2009, terdengar kurang ‘blink’. Kenapa?
Karena dengan mudahnya pendengar bisa mengategorikan lagu-lagu yang ada
berdasarkan side-project ketiga personil blink-182. Dan Dogs Eating Dogs
membawa kembali rasa ‘blink’ yang sebenarnya. Tanpa dilebih-lebihkan
ataupun kekurangan apapun.
Meskipun dirilis berdekatan dengan momen Natal dan Tahun Baru, EP yang
satu ini sama sekali tidak bertemakan liburan. EP ini murni lagu-lagu
baru blink-182 yang merupakan kelanjutan dari reformasi bermusik mereka.
Mungkin kita bisa merasakan ‘aroma’ Natal pada hits single “Boxing
Day”, akan tetapi lagu ini bukanlah lagu tentang perayaan itu. Kelima
lagu dalam album ini lebih menyinggung berbagai macam rasa kehidupan,
seperti cinta, optimisme, kesedihan, kesepian, dan perjuangan.
Dogs Eating Dogs dibuka oleh “When I Was Young”. Bila mendengarkan
intronya, kita akan merasakan nuansa Angels & Airwaves-nya Tom.
Namun tepat 43 detik intro mengalun, vocal fast-punk Tom menghantam. Di
sinilah letak perbedaanya Tom di AVA dan Tom di blink. Bila di AVA kita
lebih sering mendengar suara Tom yang mendayu-dayu, tetapi bersama blink
Tom tetap mempertahankan sisi punk-nya. Track perdana ini mengisahkan
nilai-nilai optimisme dalam hidup, layaknya ketika kita di masa muda
yang selalu penuh semangat. Dalam lagu ini Tom mengajak kita untuk
merenung, seberat apapun masalah yang kita alami, semua itu “doesn't
hurt that much” tambah Mark yang mengisi backing vokal. Nuansa punk
masih terasa kental di lagu ini. Tempo drum, melodi gitar, dan ritme
bass sangat sempurna berpadu kasih di lagu ini.
Track kedua memiliki judul yang sama dengan tajuk album ini, “Dogs
Eating Dogs”. Mendengar intro lagu ini, akan sangat mengingatkan kita
pada satu lagu dari album Self-titled blink-182, “Stockholm Syndrome”.
Permainan variatif Travis pada drum, membawa lagu ini terdengar sangat
kuat. Ditambah pula perpaduan vokal Mark yang mengisi verse dan bridge,
dan Tom yang mengambil alih bagian refrain, menambah warna kebersamaan
dari ketiga sahabat yang telah bersama nyaris dalam separuh masa hidup
mereka. Lagu ini bertema tentang keputusasaan. Rasa putus asa itu pun
terwakili dari musik yang mengiringi kata-kata dalam liriknya. Walaupun
musik bertempo cepat, namun terasa muram dan gelap.
Bagi yang merindukan permainan solo bass Mark pada intro lagu blink-182,
track ketiga “Disaster” akan memupus kerinduan itu. Diawali suara bass,
lalu kocokan gitar Tom dan gema suara a la AVA menjadi komposisi intro
dalam lagu ini. Lagi dan lagi, dalam EP ini Mark, Tom, dan Travis
mengajak kita terlebih dahulu larut pada intro yang menenangkan, lalu
sesaat kemudian memaksa kita untuk menghentakkan anggota tubuh untuk
menikmati tempo cepat khas blink-182. Selanjutnya, suasana tenang
kembali lagi pada interlude sebelum kita mencapai klimaks pada refrain
terakhir. Epik. Sesuai dengan judulnya, “Disaster” merupakan teriakan
atas segala ketakutan yang kita miliki sebagai manusia. Yang diumpamakan
dengan bencana yang akan selalu membuat kita berduka.
Cukup dengan musik yang menghentak yang dipenuhi distorsi dan ketukan
drum yang powerful. Track keempat, yang juga tak lain ialah hits single
dalam EP ini, “Boxing Day” akan membawa kita berdendang dan menari dalam
alunan musik akustik, yang dipadu drum elektrik. Setelah menanti sekian
lama, akhirnya Tom cs. menghadirkan kembali sebuah lagu akustik.
Terakhir blink-182 memiliki “What Went Wrong” atau “There Is” dari Box
Car Racer (Tom dan Travis), yang bernuansa akustik dan muncul pada medio
2001. Berarti sudah lebih 10 tahun! Pada lagu ini Tom mengisi verse dan
bridge, sedangkan Mark berkuasa pada reff. Lagu catchy yang satu ini
terdengar ceria, meskipun sebenarnya lagu ini mengisahkan perasaan sedih
yang disebabkan perginya sesuatu yang sangat kita idam-idamkan. Seperti
kata Mark, “lagu ini menggambarkan perasaan setelah kita membuka semua
kado Natal. Kita pasti akan bertanya, selanjutnya apa? Dan sangat
menyedihkan saat kita tahu harus meninggalkan itu semua.” Lagu ini
sangat cocok untuk siapapun yang ingin membawa kesedihannya dengan
keceriaan.
Usai mendeskripsikan kelamnya hidup pada lagu-lagu sebelumnya, “Pretty
Little Girl” track penutup EP ini merupakan lagu cinta. Namun, jangan
membayangkan blink-182 menciptakan karya cinta yang galau dan
mendayu-dayu. Memang ini lagu cinta, tapi cinta yang ‘berani’. Lagu ini
mengisahkan bagaimana sulitnya mempertahankan cinta dengan pasangan
kita. Tahun demi tahun yang kita jalani bersama bukanlah jaminan bahwa
masalah dalam kebersamaan itu akan menghilang, bahkan semakin keras dan
tangguh. Mempertahankan cinta lebih sulit dari sekedar mendapatkannya.
Dengan lagu ini Tom ingin berbagi kisah kepada kita tentang kisah
cintanya dengan sang istri, Jennifer DeLonge , yang telah menemaninya
selama 19 tahun. Hadirnya rapper Yelawolf yang mengisi interlude
menambah kaya nuansa pada lagu ini. Lagu pamungkas ini berhasil menutup
kesan keseluruhan dari EP yang amat singkat ini, bahwa inilah warna
blink-182 yang sekarang.
Setelah cukup agak kecewa dengan Neighborhoods yang terasa serba
nanggung antara blink-182 atau side-project para personilnya, EP Dogs
Eating Dogs menghantarkan kembali warna blink-182 yang sempat
menghilang. Lima lagu yang ada dalam EP ini merupakan kelanjutan dari
proses pendewasaan dan keseriusan lagu-lagu yang hadir pada album
Self-titled dan menyempurnakan Neighborhoods. Inilah musik blink-182
saat ini. Mereka menandakan bahwa musik telah berubah, layaknya
kehidupan. Dengan usia yang nyaris 40 tahun, tidak logis lagi apabila
mereka tetap menciptakan dan menyanyikan lagu tentang masa SMA dan
lelucon toilet. Dengan sedikit berimajinasi, apa jadinya bila Jerry Finn
masih menjadi bagian di balik layar album ini? Pasti ada rasa berbeda
yang dibawa Finn, tanpa mengurangi keliaran kreatifitas Mark, Tom, dan
Travis. Ya, inilah blink-182, bukan Angels & Airwaves, +44, ataupun
Box Car Racer. Blink-182 yang telah menjadi veteran di musik punk, dan
mengeksplorasi berbagai macam musik seperti alternative, hardcore, rock
dan rap, tanpa meninggalkan akar pop punk mereka.
Dalam Dogs Eating Dogs kita juga mendengarkan kembali rasa vokal Tom
yang blink. Permainan bass Mark yang lebih melodik, dan yang pasti
kegilaan Travis yang semakin tak terjamah skil nya dibalik kemudi drum.
Di album EP ini Tom lebih banyak mengambil bagian vokal, Mark lebih
sering menjadi vokal pendamping tanpa satupun lagu yang ia nyanyikan
penuh. Lirik yang jauh dewasa dan penuh makna, dan musik yang matang dan
variatif membuat album ini akan sangat pantas mengisi salah satu kotak
kado natal.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/i-mahar/review-blink-182-dogs-eating-dogs-ep-kembali-menjadi-independen_551af6eea33311b023b65ad0
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/i-mahar/review-blink-182-dogs-eating-dogs-ep-kembali-menjadi-independen_551af6eea33311b023b65ad0
Awal November 2012,
bukan hanya menjadi waktu perayaan 20 tahun eksistensi blink-182 di
belantika musik dunia. Lebih dari itu mereka memutuskan untuk kembali
menjadi band indie, dengan melepaskan diri dari embel-embel Interscope
Records yang sejak album Dude Ranch mengawal lagu-lagu yang diciptakan
oleh trio Mark, Tom, dan Travis. Untuk menandai kembalinya mereka ke
ranah musik independent, lahirlah sebuah EP (Extended Project) bertajuk
Dogs Eating Dogs. EP yang berisi lima lagu ini dikerjakan hanya dalam
waktu satu bulan, dimulai awal November 2012 dan dirilis 18 Desember
2012. Sebuah tanda terlahirnya kembali blink-182.
Dogs Eating Dogs bukan sekedar proyek asal-asalan Tom, Mark, dan Travis
yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan komersial, pasca anjloknya
respon pasar pada album Neighbrhoods. Album EP ini merupakan reinkarnasi
blink-182. Di album Neighborhoods, yang menjadi album perdana mereka
setelah memutuskan reuni pada 2009, terdengar kurang ‘blink’. Kenapa?
Karena dengan mudahnya pendengar bisa mengategorikan lagu-lagu yang ada
berdasarkan side-project ketiga personil blink-182. Dan Dogs Eating Dogs
membawa kembali rasa ‘blink’ yang sebenarnya. Tanpa dilebih-lebihkan
ataupun kekurangan apapun.
Meskipun dirilis berdekatan dengan momen Natal dan Tahun Baru, EP yang
satu ini sama sekali tidak bertemakan liburan. EP ini murni lagu-lagu
baru blink-182 yang merupakan kelanjutan dari reformasi bermusik mereka.
Mungkin kita bisa merasakan ‘aroma’ Natal pada hits single “Boxing
Day”, akan tetapi lagu ini bukanlah lagu tentang perayaan itu. Kelima
lagu dalam album ini lebih menyinggung berbagai macam rasa kehidupan,
seperti cinta, optimisme, kesedihan, kesepian, dan perjuangan.
Dogs Eating Dogs dibuka oleh “When I Was Young”. Bila mendengarkan
intronya, kita akan merasakan nuansa Angels & Airwaves-nya Tom.
Namun tepat 43 detik intro mengalun, vocal fast-punk Tom menghantam. Di
sinilah letak perbedaanya Tom di AVA dan Tom di blink. Bila di AVA kita
lebih sering mendengar suara Tom yang mendayu-dayu, tetapi bersama blink
Tom tetap mempertahankan sisi punk-nya. Track perdana ini mengisahkan
nilai-nilai optimisme dalam hidup, layaknya ketika kita di masa muda
yang selalu penuh semangat. Dalam lagu ini Tom mengajak kita untuk
merenung, seberat apapun masalah yang kita alami, semua itu “doesn't
hurt that much” tambah Mark yang mengisi backing vokal. Nuansa punk
masih terasa kental di lagu ini. Tempo drum, melodi gitar, dan ritme
bass sangat sempurna berpadu kasih di lagu ini.
Track kedua memiliki judul yang sama dengan tajuk album ini, “Dogs
Eating Dogs”. Mendengar intro lagu ini, akan sangat mengingatkan kita
pada satu lagu dari album Self-titled blink-182, “Stockholm Syndrome”.
Permainan variatif Travis pada drum, membawa lagu ini terdengar sangat
kuat. Ditambah pula perpaduan vokal Mark yang mengisi verse dan bridge,
dan Tom yang mengambil alih bagian refrain, menambah warna kebersamaan
dari ketiga sahabat yang telah bersama nyaris dalam separuh masa hidup
mereka. Lagu ini bertema tentang keputusasaan. Rasa putus asa itu pun
terwakili dari musik yang mengiringi kata-kata dalam liriknya. Walaupun
musik bertempo cepat, namun terasa muram dan gelap.
Bagi yang merindukan permainan solo bass Mark pada intro lagu blink-182,
track ketiga “Disaster” akan memupus kerinduan itu. Diawali suara bass,
lalu kocokan gitar Tom dan gema suara a la AVA menjadi komposisi intro
dalam lagu ini. Lagi dan lagi, dalam EP ini Mark, Tom, dan Travis
mengajak kita terlebih dahulu larut pada intro yang menenangkan, lalu
sesaat kemudian memaksa kita untuk menghentakkan anggota tubuh untuk
menikmati tempo cepat khas blink-182. Selanjutnya, suasana tenang
kembali lagi pada interlude sebelum kita mencapai klimaks pada refrain
terakhir. Epik. Sesuai dengan judulnya, “Disaster” merupakan teriakan
atas segala ketakutan yang kita miliki sebagai manusia. Yang diumpamakan
dengan bencana yang akan selalu membuat kita berduka.
Cukup dengan musik yang menghentak yang dipenuhi distorsi dan ketukan
drum yang powerful. Track keempat, yang juga tak lain ialah hits single
dalam EP ini, “Boxing Day” akan membawa kita berdendang dan menari dalam
alunan musik akustik, yang dipadu drum elektrik. Setelah menanti sekian
lama, akhirnya Tom cs. menghadirkan kembali sebuah lagu akustik.
Terakhir blink-182 memiliki “What Went Wrong” atau “There Is” dari Box
Car Racer (Tom dan Travis), yang bernuansa akustik dan muncul pada medio
2001. Berarti sudah lebih 10 tahun! Pada lagu ini Tom mengisi verse dan
bridge, sedangkan Mark berkuasa pada reff. Lagu catchy yang satu ini
terdengar ceria, meskipun sebenarnya lagu ini mengisahkan perasaan sedih
yang disebabkan perginya sesuatu yang sangat kita idam-idamkan. Seperti
kata Mark, “lagu ini menggambarkan perasaan setelah kita membuka semua
kado Natal. Kita pasti akan bertanya, selanjutnya apa? Dan sangat
menyedihkan saat kita tahu harus meninggalkan itu semua.” Lagu ini
sangat cocok untuk siapapun yang ingin membawa kesedihannya dengan
keceriaan.
Usai mendeskripsikan kelamnya hidup pada lagu-lagu sebelumnya, “Pretty
Little Girl” track penutup EP ini merupakan lagu cinta. Namun, jangan
membayangkan blink-182 menciptakan karya cinta yang galau dan
mendayu-dayu. Memang ini lagu cinta, tapi cinta yang ‘berani’. Lagu ini
mengisahkan bagaimana sulitnya mempertahankan cinta dengan pasangan
kita. Tahun demi tahun yang kita jalani bersama bukanlah jaminan bahwa
masalah dalam kebersamaan itu akan menghilang, bahkan semakin keras dan
tangguh. Mempertahankan cinta lebih sulit dari sekedar mendapatkannya.
Dengan lagu ini Tom ingin berbagi kisah kepada kita tentang kisah
cintanya dengan sang istri, Jennifer DeLonge , yang telah menemaninya
selama 19 tahun. Hadirnya rapper Yelawolf yang mengisi interlude
menambah kaya nuansa pada lagu ini. Lagu pamungkas ini berhasil menutup
kesan keseluruhan dari EP yang amat singkat ini, bahwa inilah warna
blink-182 yang sekarang.
Setelah cukup agak kecewa dengan Neighborhoods yang terasa serba
nanggung antara blink-182 atau side-project para personilnya, EP Dogs
Eating Dogs menghantarkan kembali warna blink-182 yang sempat
menghilang. Lima lagu yang ada dalam EP ini merupakan kelanjutan dari
proses pendewasaan dan keseriusan lagu-lagu yang hadir pada album
Self-titled dan menyempurnakan Neighborhoods. Inilah musik blink-182
saat ini. Mereka menandakan bahwa musik telah berubah, layaknya
kehidupan. Dengan usia yang nyaris 40 tahun, tidak logis lagi apabila
mereka tetap menciptakan dan menyanyikan lagu tentang masa SMA dan
lelucon toilet. Dengan sedikit berimajinasi, apa jadinya bila Jerry Finn
masih menjadi bagian di balik layar album ini? Pasti ada rasa berbeda
yang dibawa Finn, tanpa mengurangi keliaran kreatifitas Mark, Tom, dan
Travis. Ya, inilah blink-182, bukan Angels & Airwaves, +44, ataupun
Box Car Racer. Blink-182 yang telah menjadi veteran di musik punk, dan
mengeksplorasi berbagai macam musik seperti alternative, hardcore, rock
dan rap, tanpa meninggalkan akar pop punk mereka.
Dalam Dogs Eating Dogs kita juga mendengarkan kembali rasa vokal Tom
yang blink. Permainan bass Mark yang lebih melodik, dan yang pasti
kegilaan Travis yang semakin tak terjamah skil nya dibalik kemudi drum.
Di album EP ini Tom lebih banyak mengambil bagian vokal, Mark lebih
sering menjadi vokal pendamping tanpa satupun lagu yang ia nyanyikan
penuh. Lirik yang jauh dewasa dan penuh makna, dan musik yang matang dan
variatif membuat album ini akan sangat pantas mengisi salah satu kotak
kado natal.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/i-mahar/review-blink-182-dogs-eating-dogs-ep-kembali-menjadi-independen_551af6eea33311b023b65ad0
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/i-mahar/review-blink-182-dogs-eating-dogs-ep-kembali-menjadi-independen_551af6eea33311b023b65ad0
0 komentar:
Post a Comment