Album Neighborhoods yang dirilis akhir 2011 lalu merupakan album pertama blink-182 pasca reuni dan juga pertama dalam delapan tahun, setelah album Self-titled. Neighborhoods sempat menduduki posisi kedua di chart album Billboard. Selain itu, trio Mark Hoppus, Tom DeLonge, dan Travis Barker setuju menganggap album ini merupakan karya terbaik blink-182 selama 19 tahun mereka berkarya. Hal ini dipekuat dengan berbagai ulasan positif dari para pengamat musik Amerika Serikat. Namun, tidak begitu bagi para fans. Mereka kecewa dengan materi 13+1 lagu yang ada di album itu. Mereka merindukan blink-182 10-15 tahun lalu, yang merupakan band pop-punk dengan lirik nyeleneh dan musik easy-listening.
+Dengan dasar kekecewaan para fans itulah, hadirlah sebuah album dari Future Idiots, yang bertajuk Neighborhoods & Morningwoods.
Dalam album ini terdapat 14 lagu, yang keseluruhannya berasal dari
album terakhir band pujaan mereka, blink-182. Dan dengan album ini
kuartet musisi asal Swedia, dalam beberapa pekan terakhir, sukses
menjadi buah bibir di dunia maya. Tema besar Neighborhoods & Morningwoods
ialah mencoba memuaskan kuping para fans blink-182 dengan mengarasemen
ulang lagu-lagu di album Neighborhoods dengan musik-musik pop-punk, yang
menjadi ciri khas trio asal San Diego, layaknya yang terdapat pada
album Enema of State dan Take Off Your Pants and Jacket.
Kita bisa mendengarkan rasa pop-punk itu di dua hit single, “Up All
Night” dan “After Midnight”. Khusus untuk “Up All Night”, Future Idiots
membuatnya menjadi 2 versi. Untuk versi pertama mereka benar-benar
memugar ulang lagu ini dan memberikan sentuhan punk yang sangat kuat.
Kalau didengar dengan seksama “Up All Night versi 1” mirip dengan mega-hit
“All The Small Things”.
+Sedangkan, untuk versi 2 mereka bermain aman
dengan tidak banyak merubah bentuk asli dari lagu ini, yang hilang
“hanyalah” harmonisasi vokal khas Tom-Mark dan gebukan atraktif drum
Travis. “After Midnight” yang aslinya bertempo sedang dibuat menjadi
lebih cepat. Delapan lagu seperti “Ghost on the Dance Floor”,
“Natives”, “Snake Charmer”, “Wishing Well”, “Kaleidoscope”, “This Is
Home”, “MH 4.18.2011”, dan “Even If She Fall”, yang memang memiliki
nuansa cepat, tidak mengalami banyak perubahan. Bahkan, saya
mendengarnya musik dari kedelapan lagu ini akan terlalu rumit untuk
digubah karena semua unsur musik punk, yaitu catchy, tempo cepat,
melodi, distorsi, dan rythm interlude, sudah terdapat di lagu-lagu
tersebut. Future Idiots hanya memberi sedikit tambahan pada interlude
berupa distorsi, melodi, dan tune keyboard. Selebihnya, saya tidak
merasakan perubahan yang berarti. “Fighting Gravity” dimulai dengan
melodi nan catchy. Selanjutnya, keseluruhan musik dari lagu ini dibuat
benar-benar berbeda. Ditambah lagi distorsi melodi pada interlude akan
langsung mengingatkan kita pada apa yang ada di lagu “Give Me One Good
Reason”. Terdapat dua lagu lainnya yang bernuansa berbeda dengan apa
yang diciptakan blink-182, yaitu “Love is Dangerous” dan “Heart’s All
Gone”.
+Dua lagu ini dibawa lebih cepat dan terdapat pula perubahan pada
pengambilan nada, sehingga iklim pop-punk yang dimaksud oleh Future
Idiots dalam album ini benar-benar terasa. Secara kesuluruhan saya
menganggap album ini sebagai suatu pemaksaan. Future Idiots seakan-akan
memaksa kembali blink-182 ke era pop-punk yang membesarkan nama mereka
di akhir dekade 90-an.
+Beberapa re-arrangement dalam lagu ini terdengar
menyegarkan, dan membuat saya berkata “Inilah musik blink-182 yang dulu
gue suka”. Namun, di sebagian besar lagu saya juga berkata “Blink-182
butuh nuansa baru! Bukan hanya membuat lagu banyolan remaja, mereka
butuh lagu-lagu yang serius.” Apa yang dilakukan Future Idiots dalam
album ini patutlah diapresiasi karena mereka telah sedikit membawa kita
pada nostalgia era keemasan blink-182. Nilai: 2 of 5
0 komentar:
Post a Comment